Terlalu banyak draft yang tidak menjadi karya tulis yang ku
buat. Maaf, kali ini aku menyalahkanmu. Sebegitu beraninya aku menuduh dirimu,
maaf. Jika kau perlu bukti, draft yang ku buat adalah bukti nyatanya. Bagaimana
bisa, ketika aku sedang merasa bahagia dengan hari itu, esoknya kau buat diriku
merana dalam sendu. Di saat aku ingin menulis kebahagiaan bersamamu, seketika
semuanya berubah, berantakan, menjadi tak nyambung dari paragraf ke paragraf,
itu karena ulahmu.
Aku tau, kau bisa saja mengelak, membantah, hingga balik
menyalahkan diriku. Aku paham, aku bukan siapa-siapa mu. Bukan seseorang yang mempunyai hak untuk mengingatimu agar tidak terlalu sering meminum kopi, dan juga tak punya hak
untuk menyuruhmu menghilangkan kebiasanmu; hilang tanpa kabar dalam sekejap.
“Kamu itu nyebelin!” kalimat yang tersirat jika kebiasaanmu
tiba-tiba datang kembali, kita yang
sedang asik bertukar cerita dan semuanya berubah. Iya, bukan salahmu. Setelah
aku sadari, aku tak pantas menyalahkan semua ini kepadamu.
Perasaan ini tak karuan dibuatmu, seakan kau suruh aku
berlari dan kemudian kau paksa aku berhenti. Iya, bodohnya aku selalu nurut.
Aku tak paham lagi, apakah aku harus mundur teratur atau maju dikuat-kuatin?
Percayalah, sampai saat ini, masih dirimu.