Tentang hari ini, esok, dan seterusnya; harapku kau menjadi alasanku berbahagia, menjadi salah satu orang yang menyokong diri ini melewati
fase-fase masalah kehidupan, dan yang terpenting menjadikan aku terus lebih
baik dari hari senin ke minggu, intinya, setiap hari. Kebahagiaan kita tumbuh karena kita berdua pemerannya melalui perhatian-perhatian kecil yang telah kita tanam sebelumnya.
Bukan tidak diisi dengan kesedihan, terkadang rasa ego kita muncul, kau dan aku
saling membenarkan perspektif kita masing-masing, dengan argumen penuh
penekanan kita terus saling menyerang, di-akhiri dengan perdamaian yang begitu
alot tentunya. Pertengkaran memang bumbu, tapi bukankah menurut juru masak handal jika
memasak makanan terlalu banyak bumbu itu tidak baik juga bagi mereka yang akan
mengkonsumsinya.
Pagi dimulai dengan sapa, malam ditutup dengan ucapan mesra.
Itu adalah cara bagaimana kita saling menguatkan satu sama lain setidaknya
memperbaiki mood memulai hari dan juga saling memberikan notif pesan untuk
memberikan kabar hingga malam tiba. Indah, bukan?
“Jangan kemana-kemana, ya”
Kata di atas menunjukkan kalau diri ini membutuhkan
seseorang yang selama ini bertahan ada di samping diri ini. Setidaknya untuk
hari ini, esok, lusa, atau hari tanggal merah setiap bulannya. Aku butuh, dan
kamu juga. Kata tersebut memang bisa dipandang dalam bentuk keegoisan. Egois
untuk meminta untuk bertahan dan ada. Aku tau, aku benci keegoisan di antara
kita, tapi untuk ini, aku meminta maaf jika ucapanku tidak sesuai omonganku
ketika terjadi perdebatan.
Tetaplah di sini, aku butuh kamu. Jika diperumpamakan
seperti aku butuh jaket ketika berada di suatu tempat yang begitu dingin, salah
satu hal yang sangat aku perlukan dan cari pastinya jika sedang menggigil. Iya
itu aku, ketika sedang ada banyak hal yang perlu aku ceritakan, aku butuh kamu
untuk pendengar. Tempat aku pulang selain keluarga dan rumah. Tempat aku
berkeluh kesah selain kepada Pencipta dan Orang tua. Kamu.
Jangan kemana-kemana, ya, di sini saja, sama aku.