Setelah dilahirkan ke bumi, kita dituntut mencari ilmu, mencari tau maksud dan hadirnya kita berada di semesta, sambil belajar membaca dan mengeja. Setelah bisa melewati itu, kita dituntut mencari jatidiri, mencari tau keinginan-keinginan yang akan dikejar dan mencari tau apa saja yang perlu dihindar. Menempuh di umur belasan adalah prosesnya.
Setelah itu apa? Waktunya mengejar cita? Membangun masa
depan? Atau apa? Jawabannya bisa saja keduanya, cita dan masa depan. Dari kecil
kita selalu ditanya dengan pertanyaan “sudah besar mau jadi apa?” mungkin ketika
masih berada di tingkat sekolah dasar itu pertanyaan yang sangat amat mudah,
tak perlu berfikir panjang, jawab saja apa yang kamu inginkan, selesai. Namun
dengan pertanyaan yang sama, di umur yang beda, dengan kondisi yang berbeda,
jawaban itu teramat susah dicari jawabannya, bisa bercabang dengan dibarengi
berbagai alasan sebagai penguat jawaban tersebut.
“Abis ini lu mau jadi
apa?” Pertanyaan ditanyakan kepada mahasiswa yang baru lulus.
“Entreprenuership,
tapi sebelumnya gua mau bekerja di sebuah perusahaan start up, dengan memiliki
jabatan yang menjanjikan, setelah itu gua cabut, bangun usaha sendiri”
Jawaban penuh retrorika, tanpa tau darimana prakteknya.
Jawaban itu bisa dikatakan, tapi apa implementasinya? Semudah
itu kah kita bisa masuk ke dalam perusahaan start up? Secepat itu kah kamu bisa memiliki jabatan yang
menjanjikan? Bagaimana dengan tuntutan lainnya? Bagaimana jika itu tak terlaksana?
Sudahlah, overthinking memang musuh utama ternyata.
Sekarang apa? Usaha dan berdoa? Aksi dan reaksi? Kebanyakan
tanda tanya membuat dirimu semakin mati dibuatnya. Sudah cukup, kita hanya
perlu menjalaninya, bahkan dengan apa yang nanti kita tempuh menuju cita, atau
membelokkan banyak cita. Setidaknya kita menjalani, walau dengan waktu yang
belum disepakati oleh Tuhan dan nasib.
Terima kasih, Tuhan.