Minggu, 14 Juni 2015

Terimakasih pernah ada.

Untukmu, terimakasih sudah pernah ada dalam kisah kecil yang pernah kita buat bersama, saat itu kita adalah pemeran utama-nya, walau pada akhirnya kisah kita selesai dengan begitu tragis, mungkin bagiku.

Sekarang, tak ada lagi saling sapa, saling menanyakan kabar, hingga tak ada lagi kata menyuruh agar tidur tidak larut malam. Tak ada lagi.

Kini kamu dengan dirinya, membuat kisah yang begitu bahagia. Walau aku di sini sedang bersama beberapa lembar kenangan kita dulu, sambil mengingat perpisahan yang terjadi saat itu. Kita sama-sama mementingkan ego saat itu, tapi apalah, penyesalan memang datangnya terlambat.

Sesekali jika rindu ini menerpa, aku tengok beberapa photo album kita dulu, dan seketika aku berkata dalam hati “ya tuhan, aku rindu dia.” Kemudian beberapa tetes air jatuh dari mata membasahi pipi yang dulu pernah kamu cubit.

Sudahlah, aku hanya orang bodoh nan tolol yang masih berharap kamu datang kembali untuk melanjutkan kisah yang sudah terjalin dulu. Berbahagialah dengannya, biarkan aku di sini menjadi pecandu rindu. Dan terimakasih pernah ada. Disini, aku rindu kamu, sayang.
Read More

Senin, 08 Juni 2015

Tentang kita, dan dia.

Kita adalah keterkaitan yang tak bersama, Kita adalah sepenggal kisah yang saling membuat tawa tapi tak nyata, Mengapa tak nyata? Karena kamu masih berharap dengan dirinya, dirinya yang sedang sibuk membuat bahagia orang lain. Kamu tak sadarkah? Ada seseorang yang sedang serius ingin membuat dirimu bahagia, ya, aku. Tapi kamu sedang sibuk mencarinya, padahal kamu sudah tahu keberadaan dia, dia yang sedang saling membuat sebuah cerita dengan kekasihnya.

Kamu bodoh! Dan aku-pun! Kamu bodoh, masih berharap dia datang mengampirimu dan menemani kesendirianmu, membuatmu tersenyum dengan pesan singkatnya, padahal itu ketidakmungkinan. Aku-pun begitu, bodoh! Menunggu seseorang yang sedang sibuk menunggu orang lain, mengharapkan seseorang yang sedang sibuk berharap dengan orang lain. kita sama-sama sedang bertahan dengan ketidakpastian, kita sama.

Tapi aku ikhlas, aku rela dan bangga denganmu. Kamu begitu setia menunggu dia kembali, walau hati-mu selalu terluka ketika mendengar tentangnya yang bahagia dengan kekasihnya. Biarlah aku disini menemanimu, setidaknya sedikit menutupi hati-mu yang sedang terluka. Meski tak begitu berpengaruh, tapi aku selalu siap menemani dirimu. Dan jika dia kemudian datang kembali menemuimu, berarti tugas-ku sudah selesai.

Aku pergi dengan sebuah senyuman dan harapan, harapan ketidakmungkinan, harapan yang tak ada kepastian, dan harapan yang tak seharusnya terjadi. Tapi aku begitu bangga denganmu, kamu rela tersakiti dan bertahan demi menunggu seseorang yang kamu puja-pujakan. Mungkin ini yang dinamakan kesetian.

Lupakan lah tentang kebersamaan kita, berbahagialah dengannya, aku disini merasa bahagia, walau sesekali rindu ini menyapa. Biarkan aku disini merangkai kata demi kata untuk melepas rindu, biarkan.


Berbahagialah dengannya, sayang.
Read More