“Paaaan bangun!!!!!” teriak seorang ibu
yang begitu cantik sambil menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Iya, itu adalah
mamah gua, dia begitu cantik bahkan bidadari aja kalah.
“Iyaaa mah… 10 menit lagi, baru juga jam segini..” balas gua sambil melihat jam
yang ada di ponsel gua.
Kemudian gua tertidur kembali. Dan ketika
bangun, jarum jam tepat pukul 07.10 pagi. gua langsung buru-buru mengambil
anduk kemudian masuk ke kamar mandi. Sebelum masuk ke kamar mandi gua sempat
kecewa dengan ibu gua, walau sebenernya ini memang salah gua sendiri.
“Mah kok nggak dibangunin sih…” gerutu diri
gua sambil membuka pintu kamar mandi.
“Kamu itu udah dibangunin sampe 100 kali,
kamunya aja yang tidur kayak orang mati, lagian siapa suruh begadang terus, lama-lama
hape sama laptop kamu mamah sita nanti!” Kekesalan ibu gua memuncak.
Ini memang sering terjadi hampir setiap
minggunya, paling sering terjadi saat di hari senin, Karena bagi gua adalah
senin hari yang begitu nyebelin. Setelah melepas penak saat weekend, kemudian
ketemu lagi aktivitas seperti biasanya, macet, dan lain-lain. Tapi hal yang
paling gua nggak suka di hari senin adalah upacaranya. Mungkin bukan hanya gua
yang begini, membenci hari senin. Pelajar lain pasti ada yang sama seperti gua
ini. Gua yakin, karena kemarin gua udah survey 7 dari 10 pelajar Indonesia
membenci hari senin, 3 lainnya pelajar yang masih mengharapkan balikan sama
mantan. Nah.
Gua berangkat ke sekolah dengan
tergesah-gesah, sampai melupakan sarapan yang begitu enak dan makanan kesukaan gua di pagi hari, nasi goreng.
Sesampainya di sekolah, gua sangat beruntung, waktu hanya 1 menit lagi menuju
bel masuk kelas, ini berkat kuda besi pemberian orang tua gua.
Gua langsung buru-buru masuk ke dalam kelas,
di saat gua baru sampai di lorong sekolah, gua nggak sengaja menabrak seorang
perempuan yang begitu manis. Kepala dia dibalutkan sehelai kain yang begitu
rapih, matanya yang begitu tajam, alisnya yang nggak begitu tebal, dan tinggi
badanya nggak terlalu tinggi, mungkin terpaut 5 cm di bawah tinggi badan gua.
Ketika itu, Entah berapa lama mata ini melihat keindahan semesta yang
diciptakan Maha Pencipta. Mimisan cuy! Hahaha.
“Maaf ya, kak…” terdengar suaranya yang
begitu lembut dengan muka rasa bersalah.
“Iyaa gapapa kok, saya juga yang salah
karena buru-buru.” kata gua sambil membantu dia bangun.
“Sekali lagi aku minta maaf yak kak..
sumpah aku nggak sengaja kok..” masih dengan muka bersalahnya yang membuat raga
ini gregetan ingin memuluknya.
“Iyaa gapapa kok, kamu gapapa kan?” tanya gua sambil bersiap-siap melanjutkan
perjalanan menuju kelas.
“Iya gapapa kok kak..” balas dirinya sambil menebarkan senyumnya yang membuatgua meleleh melihatnya.
“Yaudah bagus deh..” kata gua sambil jalan
menuju kelas tanpa berpamitan dengannya.
Penyesalan hadir ketika gua sampai di kelas
dan duduk di bangku. “Gila, tadi siapa yak, manis banget. ahh… kenapa tadi nggak
sekalian kenalan tuh.” suara hati gua kalo bisa berbicara, nggak lama guru piket
datang dan menyuruh murid agar berbaris di lapangan, dikarenakan upacara segera
dimulai.
Sialnya hari ini gua lupa membawa topi,
barang yang wajib dibawa ketika upacara selain dasi. “Mampus dah gua, gak bawa
topi, bisa diabisin Pak Budi nih.” gerutu kecil sambil mengorek-ngorek tas.
Pak Budi adalah guru terkiller seluruh
antero dunia dan mars bagi gua. Rambutnya yang begitu rapih seperti pakai
pomade tancho, kumisnya yang tebal kayak semut lagi ngumpul, dan tatapan
tajamnya yang begitu menusuk. Gokil, kurang sangar apa coba tuh. Bagi gua dan
teman seangkatan gua, pak budi adalah guru pembunuh berdarah dingin.
Yang dipikiran gua saat itu “tamat dah
riwayat gua, mana gua belum makan nasi goreng tadi pagi, pasti nanti arwah gua
bakal nggak tenang nih.” Dengan cara bersikap biasa saja gua pergi ke lapangan
sekolah dan baris di barisan kelas gua dengan tenang. Sesampainya di barisan,
salah satu temen gua yang bernama Wayau ternyata nggak bawa topi juga, dan di situ gua merasa bahagia dalam
takut. Bahagia karena ada temennya kalo nanti pas dihukum dan takut dibunuh pak
budi.
“Way… topi lu mane?” tanya gua.
“Kagak bawa pan..” balas dia.
“Hahaha mampus.” kata gua sambil ngeledek Wayau padahal sendirinya
lagi panik.
“Lu juga nggak pake topi pan, topi lu mane?” tanya Wayau.
“Gua mah sengaja nggak pake, bosen gua pake
mulu.. nanti hamil lagi. hahaha” balas gua dengan canda, padahal perasaan gua
lagi takut banget bakal dieksekusi mati sama Pak Budi, tinggal nunggu waktu
aja nih.
Upacara sudah ingin dimulai, dan waktunya
para guru mencari murid yang nggak pake atribut lengkap. Damn! Gua ketahuan,
padahal gua udah berusaha ngumpet di balik badannya Tono.
Tono
adalah murid yang paling besar badannya di sekolah ini, dia mempunyai badan
seperti hulk. Bedanya dia bukan berwarna hijau, tapi putih kemerah-merahan.
Gua dan Wayau selaku murid yang nggak membawa atribut yang
lengkap di barisan langsung disuruh berdiri dekat tiang bendera dengan badan
menghadap seluruh peserta upacara. Dikarenakan gua pelajar yang jarang dapet
hukuman, gua gelisah saat itu. “Ya rabb.. kapan semua ini berakhir..” Dalam hati
gua berbicara.
Akhirnya upacara telah usai, semua
murid-murid masuk ke kelas dengan seksama, kecuali gua dan pelajar lain yang kena hukuman
juga.
“BAPAK BINGUNG! KENAPA SETIAP HARI SENIN
MASIH ADA AJA YANG TIDAK MEMAKAI ATRIBUT LENGKAP!” Ucap Pak Budi dengan
suaranya yang begitu lantang dan keras.
“Tadi saya buru-buru pak..” kata gua dengan tak
sengaja menjawab perkataan Pak Budi.
“MASA BODO! BAPAK GAK MAU TAU, POKOKNYA
KALIAN LARI KELILING LAPANGAN SAMPE 12 KALI!”
Kami semua yang terkena hukuman langsung
mengikuti perintah Pak Budi. Setelah hukumannya telah dilakukan kami semua bergegas menuju
kelas masing-masing. Di perjalanan menuju kelas, sedikit ada perbincangan antar
gua dan Wayau.
“Alhamdulilah ya pan… kita nggak sampe dihukum
mati sama Pak Budi” kata Wayau dengan raut wajah kelelahan.
“Iyee way... bahaya juga kalo kita ampe dihukum mati,
nanti masuk koran terus judulnya ‘Para
pelajar tewas karena tidak memakai atribut lengkap saat upacara.’ kan gak
lucuk..” balas gua sambil melap keringet yang bercucuran di wajah gua.
“Oiya, masa tadi Pak Budi hukumnya cuman 12
puteran? orang mah tanggung jadi 15 atau gak 20.” ucap Wayau.
“Yee.. masih untung cuman dikit. Mungkin 12
tanggal jadiannya sama mantannya kali.” balas gua dengan tawa.
Sedang asik berbincang nggak sengaja gua
melihat seorang perempuan yang tadi pagi sempat bertabrakan di lorong sekolah.
dia duduk di meja paling depan. Ahhh senyumnya itu lho, mimisan saya neng.
*Keluar pelangi dari mulut* Setelah kejadian itu, sepanjang jalan menuju kelas,
gua mikirin sosok perempuan yang bikin hati ini tenang ketika melihat
senyumnya. Sampai-sampai Wayau mengajak ngobrol gua abaikan, saking khusyuknya mengingat wajah
perempuan tadi.
Bel pulang berbunyi, semua murid berhamburan
keluar sekolah. Sesampainya di parkiran, ketika ingin memakai helm, teman
sebangku gua yang bernama Nana mengingatkan kalo nanti jam 2 siang ada kerja
kelompok Matematika.
“Pan.. jangan lupa nanti jam 2 kerja
kelompok di rumah Ikhsan.” kata Nana.
“Okee na…” balas gua.
Gua langsung menuju rumah dengan motor gua.
Telah sampai di rumah, gua hanya mengganti baju dan langsung pergi ke rumah Ikhsan untuk berkerja kelompok.
“Mah.. irpan berangkat ya…” teriak gua
sambil siap-siap menaiki motor vario gua.
“Makan siang dulu…” balas teriakan mamah
gua yang nggak kalah kerasnya dengan teriakan gua.
“Iya mah..” kata gua langsung bergegas jalan.
Itulah gua, nggak makan kalo nggak lapar. Walau
sering kena omelan, dan penyakit maag kambuh, entah mengapa prinsip gua tetap
gua jalanin. Gua sengaja datang lebih cepat dikarenakan rumah Ikhsan yang jauh
dari rumah gua. Sesampainya di depan rumah Ikhsan, gua mengecek ponsel gua, dan
melihat jam. “Yaelah kecepetan setangah jam lagi” gerutu dalam hati gua.
“Ikhsan, gua udah di depan rumah lu nih…”
“PING!!!”
“PING!!!”
“PING!!!”
Nggak lama Ikhsan keluar, dan menyuruh gua
masuk ke dalam rumahnya. Tapi gua menolaknya, dikarenakan teman-teman gua yang
lain belum pada dateng.
“Ayo pan masuk..” ajak Ikhsan.
“Iya san, di sini aja dulu, nunggu yang lain..” balas gua.
“Ohh yaudah, gua nyiapin minumnya dulu
deh..” kata Ikhsan.
“Sipp… yang berwarna yak!!” gurau gua.
Ketika sedang menunggu yang lain dan
menunggu Ikhsan menyiapkan minumnya, seorang perempuan yang bikin gua mimisan
tak berdaya di saat melihat senyumnya lewat di depan rumah Ikhsan sambil
menenteng kantong kresek hitam, entah itu apa, mungkin itu mie ayam atau rujak
ulek. Karena nggak mau menyesal seperti kejadian tadi pagi dan di sekitaran rumah
Ikhsan lagi nggak ada orang, Gua memberanikan diri tuk menanyakan namanya.
“Ehh kamu yang tadi pagi yak?” tanya gua
dengan sok kenal.
“Iyaaa kak, kenapa kak? Kakak mau marah?
Maaf ya kak tadi nggak sengaja.” balas dia dengan raut wajah bersalah.
“Hehe nggak kok, Oiya, nama kamu siapa dek?” tanya gua sambil menjulurkan tangan kanan untuk bersalam.”
“Nama aku Eldina, kak.” balas dia dengan
senyumnya.
“Ohh Eldina….” belum selesai berbicara,
terdengar suara kerumanan motor, dan gua yakin itu anak-anak yang mau kerja
kelompok. Gua sedikit panik, karena malu takut ketahuan sama yang lain dan
dibully saat kerja kelompok.
“Ohh yaudah, aku masuk ke dalam dulu yaa.”
kata gua dan langsung buru-buru masuk ke dalam rumah Ikhsan.
“Woy cuy.. lama banget datengnya lu pada..” kata gua menegur anak-anak yang lain baru pada dateng
“Cepet amat lu pan, datengnya..” tanya Nana.
“Bete gua di rumah, yaudah yuk langsung aja
dimulai kerja kelompoknya..” kata gua.
Kami pun langsung mengerjakan beberapa
tugas Matematika.
Nggak kerasa sudah hampir 2 jam kami kerja
kelompok. eh nggak, 30 menit kerja kelompok dan 1 jam setengah ngobrol. Ya
gitulah kami, lebih banyak becanda, ngobrol, sama sibuk dengan gadget, daripada
fokus ngerjain tugas. Sedikit demi sedikit teman-teman gua berhamburan pulang
ke rumah, dan tinggal gua yang masih di rumah Ikhsan, gua sengaja, karena ada
sesuatu hal yang ingin gua bicarakan dengan Ikhsan. Ya, soal perempuan yang
manisnya kayak Tropicana slim se-toples, Eldina.
“San.. lu kenal sama anak kelas 10 yang
namanya Eldina?” tanya gua yang sehabis itu langsung memakan cemilan yang ada
di meja.
“Oh Eldina, kenal pan. Rumahnya nggak jauh
kok dari sini. Emang kenapa pan?” balas Ikhsan dengan wajah penasaran.
“Gapapa kok san…” kata gua sambil pamit
pulang.
“Wah gua paham nih...” balas Ikhsan dengan
muka meledek.
“Lah jelas lu, yaudah lah gua balik dulu..”
**
Malam tiba. Entah, malam ini beda dengan
malam sebelumnya, malam ini gua sibuk memikirkan Eldina, dan gua seperti nggak
sabar untuk menjalani hari esok dan bertemu dia, atau setidaknya melihat dia
dari kejauhan. Nggak kerasa udah hampir larut malam, raga ini belum bisa
dilelapkan. Hampir mirip kayak anak sd yang besok mau study tour, rasanya
seneng bercambur deg-deg-an.
Pagi tiba. Seperti biasa, pagi ini gua
dibangunkan oleh ibu gua dengan teriaknya yang begitu keras dari dapur sesambil
menyiapkan sarapan untuk pagi ini.
“Pan bangunnnnn! Liat tuh udah jam
berapa..” teriak ibu gua.
“Iyaaa mah..” balas gua dan langsung
mengambil anduk menuju kamar mandi.
“Tumben banget dibangunin langsung bangun…”
kata ibu gua ketika melihat gua mau masuk ke kamar mandi, dan disitu gua nggak
menjawab perkataan ibu gua.
Sesampainya di sekolah dengan rasa bahagia,
gua langsung menuju kelas dan berharap bisa bertemu dengan Eldina. Dan benar,
gua bertemu dengan Eldina ketika melewati kelasnya. Nggak ada saling sapa
melewati ucapan, hanya sapa lewat senyuman yang berkata. Ketika melihat
senyuman Eldina, Mood gua hari ini jadi bagus banget.
**
Hari demi hari pun terlewati, gerak-gerik
gua selama ini mulai sedikit terbongkar sama teman-teman gua. Dan gua
memberanikan diri cerita dengan salah satu teman gua di kelas yang bernama Koyo. Koyo adalah teman sekelas gua, duduknya nggak jauh dari bangku yang gua
duduki bersama Nana. Dia adalah orang yang paling humoris di kelas, tingkah
konyolnya yang terkadang melewati batas sering terkena teguran oleh Guru-guru
yang ada di sekolah.
Saat itu di kantin sedang sepi-sepinya,
tumben banget. Walau sesekali ada beberapa murid yang ke kantin, tapi tidak
untuk nongkrong atau makan di kantin, hanya untuk membeli makanan.
“Yo.. gua mau ngomong sesuatu nih sama
lu.” kata gua mengawali pembicaraan.
“Ngomong apaan pan?” balsa koyo.
“Lu kenal sama anak kelas 10 yang namanya
Eldina nggak?” tanya gua.
“Iya kenal. Kenapa pan?” balas Koyo.
“Nggak tau kenapa gua, akhir-akhir ini gua resep
banget ngeliat dia nih.” kata gua sehabis itu meminum jus jeruk yang udah gua
pesen sebelumnya.
“Wah.. berarti lu suka sama dia pan. Pas
banget nih, gua punya kontaknya dia. Lu mau?” kata Koyo.
“Iya kali yo, serius lu??????? Mau yooo!!!” kata gua dengan muka kaget bercambur bahagia
.
“Bener pan.. Nih…” balas koyo sambil
menyodorkan ponselnya ke gua, dan gua langsung berburu mencatatnya.
“Tapi lu jangan bilang siapa-siapa dulu
yak, yo. Makasih nih.. Lu pesen dah tuh, nanti gua bayar.” kata gua dengan
rasa bahagia karena bisa mendapatkan kontaknya Eldina, dan langsung membalas
budi jasanya Koyo.
**
Setelah kejadian tadi siang di kantin,
Malamnya gua mencoba memberanikan diri menghubungi Eldina. Untuk kali ini, gua
udah handal. *Benerin kerah*
“Hai Eldina..” memulai chatting.
“Siapa yak?” balas Eldina.
“Ini saya dek, Irpan. Inget gak?”
“Irpan yang mana yak?”
“Yang waktu itu nabrak kamu di lorong
sekolah, dan kemaren kita kenalan di dekat rumah ikhsan. Inget?”
“Oiya, nama kakak itu irpan toh wkwkw”
“Iyaaa dek, inget kan? Hehehe”
….
….
Chatting-an terus berlanjut hingga larut
malam.
**
Setelah perkenalan via messager, gua
semakin dekat dengan Eldina. Malah yang tadinya gua malu sama temen gua, gua
sekarang malah nggak sungkan buat manggil atau menebar senyuman kepada Eldina.
Dan karena itu, teman deket gua pada tau kalo gua deket sama Eldina. Mereka
semua menyemangati gua, sebagian lagi untuk nyaranin jangan nyakiti Eldina
dikarenakan dia masih polos dan dia perempuan. Gua masih inget salah satu
perkataan dari temen gua, dia cewek, namanya Revi.
Revi adalah salah satu temen
deket gua dari 3 cewek yang sering main bareng sama gua, yaitu; Anggun dan Tasya. Dia (Revi) cewek yang paling bawel, iya sih ketiganya bawel. Tapi soal
percintaan dia yang paling bawel, mungkin karena predikat yang disambangnya,
predikat cewek yang sering dikecewain sama orang yang disayang, Eh.
“Pan, kalo lu serius sama dia, jangan cuman
ngasih harapan doang, kasih dia kepastian juga. Cewek kalo udah berharap lebih
itu udah susah dah, dikecewain, dibikin nangis, juga tetep sabar dan berharap.
Kasihan, dia cewek baik-baik, jangan disakitin. Gua sih cuman ngasih tau
doang.” – Revi.
Gua yakin dia nyaranin sekalian curhat
tentang dirinya, ya walau bener juga kata dia. Dari situ gua berfikir, gua udah
kenal jauh dengan Eldina, hampir 2 bulan kurang lebih. Mungkin sekarang udah
waktunya ngasih kepastian, toh gua juga nyaman dan pengen milikin dia dengan sepenuhnya.
**
Harinya pun tiba, Gua mengajak Eldina
nonton di salah satu Mall ternama di depok, Margo City. Hampir seharian penuh
gua sama Eldina pada saat itu, bukan cuman nonton, gua juga sempet makan malam
sebelum mengantarkan dia pulang ke rumah. Sesampai di rumahnya Eldina, tepat di
depan gerbang rumahnya. Keadaan saat itu agak sepi, walau sesekali ada orang
yang lewat, dikarenakan rumah Eldina bertempat di Perumahan dan saat itu juga
waktu menujukan pukul 10 malam. Semuanya telah gua rencanakan, gua bakal
ngungkapin apa yang gua rasa selama ini.
“Terimakasih ya kak untuk hari ini..” kata
Eldina sambil menebarkan senyumnya.
“Iyaa dek sama sama. Hehehe..” balas gua
Kemudian Eldina jalan dan membuka gerbang
rumahnya. Tapi saat itu gua langsung menghadangnya karena rencana gua jangan
sampai gagal, gua turun dari motor dan menarik tangan Eldina.
“Eh bentar dah dek, aku mau ngomong sesuatu
sama kamu.” kata gua sambil melepas cengkraman tangan gua sehabis menarik
tangan Eldina.
“Mau ngomong apa kak?” balas Eldina.
Di saat gua mau ngomong apa yang gua rasa
selama ini sama Eldina, bapaknya Eldina keluar dan menyuruh Eldina masuk ke
dalam karena waktu sudah larut malam. Dan Eldina juga nggak menolak suruhan dari
bapaknya.
“Maaf ya kak, besok aja deh ngomongnya. Nggak enak sama bapak.” kata Eldina dengan memasang muka gaenak hati.
“Ohh yaudah dek, aku pulang ya..”
“Iya kak hati hati..”
**
Besoknya, tepat hari senin. Gua mengajak
Eldina bertemu di kantin sekolah. Dan membicarakan apa yang ingin gua sampaikan
semalem. Suasana kantin lagi sepi, karena kelas Eldina sedang olahraga dan gua
pura-pura izin ke toilet padahal pelajaran di kelas gua sedang dilaksanakan
ulangan harian oleh guru matematika.
“Hai kak…” sapa Eldina dan duduk di bangku
yang ada di kantin.
“Hai dek..” balas gua.
Tanpa basa basi lagi, gua langsung to the point.
“Dek, aku udah nyaman banget sama kamu, aku
merasa beda banget kalo udah deket sama kamu. Bahagia terus. Dan aku mau
milikin kamu dengan sepenuhnya. Kamu mau gak jadi pacar aku?” kata gua dengan
fasih mengucapkan itu semua.
“Maaf kak, gini…, aku bukannya mau nolak
kakak. Kakak itu baik banget sama aku, aku juga nyaman sama kakak. Tapi
masalahnya aku udah milik orang lain, aku belum lama jadian sama dia, aku mau
cerita sama kakak, tapi aku belum ada waktu yang pas. maaf banget ya kak, maaf
banget…” balas Eldina dengan memasang muka bersalah dan langsung pergi menuju
lapangan untuk berolahraga.
Entah apa yang gua rasa saat itu, pikiran
gua campur aduk, gua menahan kecewa. Gua langsung menuju kelas dan disambut
oleh guru matematika yang memarahi gua karena lama dari toilet. Guru begitu
semangat memarahi gua, di saat itu gua sama sekali gak menggubris marahnya, gua
memikirkan Eldina saat itu.
**
Waktu terus berlalu, banyak yang menanyakan
kedekatan gua dengan Eldina sudah sampai mana, dan gua nggak pernah menjawab
pertanyaan itu, dan sama sekali nggak menceritakan kejadian di kantin sama
siapapun. Hati ini butuh ketenangan sementara, pikiran ini pun sama. Maka dari
itu gua mengabaikan semua pertanyaan tentang Eldina. Dari situ gua belajar,
ternyata berharap lebih itu tak baik, setidaknya untuk kebaikan perasaan
sendiri atas apa kenyataan yang ada.
SELESAI.